Jauh sebelum bulan suci Ramadhan, saya
diajak untuk menjadi panitia P3R Salman oleh Baale, teman saya yang menjadi
Ketua Divisi Itikaf P3R Salman ITB. Awalnya, saya ragu untuk menerima ajakan
tersebut. Saya tidak aktif di Masjid Salman. Saya pun belum pernah melakukan
Itikaf sebelumnya. Ketika itu, saya masih tersibuki oleh kegiatan-kegiatan
lain. Saya baru tahu kepanitiaan program Ramadhan di masjid sebesar Salman ITB
ditangani oleh anak-anak muda yang kebanyakan dari mahasiswa. Akhirnya, saya
menerima ajakan tersebut karena Baale juga mengajak atau meng-‘close rec’
teman-teman saya dari FTI yang juga alumni SMAN 3 Bandung. Tentunya menjadi
sebuah kesempatan menarik untuk diikuti.
![]() |
Nametag Panitia P3R Salman ITB |
Kami, panitia P3R, menyiapkan sistem dimana
jemaah harus menggunakan nametag yang sudah dicap tanda konfirmasi untuk
mengambil konsumsi sahur nanti. Kami menggunakan database dari data di stand
konfirmasi sahur yang waktu itu berbeda dengan stand registrasi awal. Kami pun
baru menyiapkan kit untuk jemaah sebanyak 200 orang. Akibatnya, jemaah banyak
yang tidak tahu harus konfirmasi lagi untuk konsumsi sampai maksimal pukul 9
malam. Jemaah yang mendaftar pun membludak, melebihi jumlah kit yang kami
siapkan. Karena waktu yang mepet akibat shalat tarawih yang baru selesai pukul
setengah 9, dan kit sudah habis dibagikan, kami pum menarik kuitansi jemaah
yang belum mendapat kit untuk estimasi jumlah konsumsi sahur. Lalu, jemaah yang
belum punya kit dan kuitansi mengambil konsumsi sahur pakai apa?
Malam itu, ketika shalat qiyamullail pukul
setengah 2 dini hari, saya dibangunkan dan disuruh untuk mengambil konsumsi
sahur sebanyak sekitar 550 porsi. Awalnya saya kira hanya membantu memindahkan
konsumsi dari depan ke stand konsumsi di dalam, tapi ternyata tidak. Dalam
keadaan mengantuk, saya dan Irfan, teman yang juga divisi Itikaf, dibawa oleh
mobil ke daerah Plesiran. Kami masuk gang yang cukup panjang dan kemudian tahu
kami yang hanya berdua harus mengangkut konsumsi sebanyak 500an itu dari sebuah
rumah kecil ke mobil, dan harus sampai di masjid Salman pukul 3 pagi. Setelah
latihan fisik pukul 2 dinihari itu, kami membagikan konsumsi di stand. Oleh
karena banyaknya jemaah yang belum mendapat nametag bercap, yang juga diambil
kuitansinya, panitia mendapatkan banyak protes. Jemaah-jemaah ini ingin mendapatkan
keadilan. Barisan jemaah untuk mengambil konsumsi pun mengular panjang.
Akibatnya, pembagian konsumsi berjalan lama sekali ditambah protes yang banyak
sekali kami dapatkan. Baale bahkan sampai berdebat dengan seorang bapak-bapak
yang memprotes sistem itikaf yang gak jelas ini. Akhirnya, barisan jemaah
habis. Setelah shalat shubuh saya langsung tidur di ruang mihrab atas. Saya
lelah dan kaget dengan semua ini. Rasanya kami tidak dihargai oleh para jemaah,
walaupun sudah berusaha keras demi mereka.
Paginya, kami melakukan evaluasi. Ketua P3R
Salman, Kang Tito, langsung memimpin diskusi untuk mencari solusi dari sistem
Itikaf ini. Menurut saya, beliau cukup tenang dalam menghadapi masalah sekacau
ini apalagi bermodal pengalaman sebagai divisi Itikaf P3R tahun lalu. Beliau
mennyederhanakan masalah dan menawarkan solusi yang cukup sederhana. Setelah
evaluasi dan diskusi itu, saya pulang dengan kondisi cukup lelah. Malam
berikutnya pun saya ingin istirahat di rumah. Pada malam ke-23, saya kembali ke
masjid salman setelah berbuka di rumah dan mengetahui bahwa malam sebelumnya,
malam ke-22, tidak sekacau malam ke-21 karena malam genap dan jemaah tidak
sebanyak di malam ganjil. Sistem itikaf pun sudah disempurnakan walaupun kit
itikaf masih kurang untuk semua jemaah.
![]() |
Ketika Shift Jaga Malam |
Malam demi malam, kami jalani dengan
sepenuh hati. Semakin lama, semakin saya menikmati malam-malam ini. Kami,
panitia itikaf, semakin dekat satu sama lain. Setiap malam kami mengobrol, berbagi
cerita, mengangkut-ngangkut, melayani di stand, dan membagikan konsumsi.
Semakin lama, semakin saya menyadari. Kepuasan dan kebahagiaan jamaah adalah
kepuasan dan kebahagian untuk kami. Keberadaan kami disini adalah untuk
mendukung para jemaah dalam beribadah. Kegiatan kami disini pun juga ibadah,
walaupun mungkin kami tidak beribadah seperti tilawah dan dzikir sebanyak para
jemaah. Kami pun menjadi makhluk nokturnal, beraktivitas di malam hari dan
tidur di siang hari.
Teringat di salah satu malam, saya dan
Ijun, teman saya yang juga divisi itikaf, juga Said yang berperan sebagai
Koordinator Lapangan di malam itu, ingin memindahkan meja di koridor yang
sedang dipenuhi para jemaah yang sedang makan setelah shalat Magrib. Kami
terpaksa meminta mereka untuk pindah ke spot lain karena di spot itu akan
ditempatkan meja stand konfirmasi konsumsi sahur. Setelah mereka pindah,
seorang pria berbadan besar menghampiri kami secara tiba-tiba. Dia marah dan
menghujat kami bertiga karena memindahkan orang-orang yang sedang makan di
masjid. Dia mengeluarkan semua kata-kata kotor yang bisa dikeluarkan sampai
akhirnya ditenangkan oleh jemaah lain. Setelah itu, dia pergi. Saya pun bingung
padahal jemaah-jemaah yang kami pindahkan tidak terlihat keberatan sama sekali,
kenapa dia sampai semarah itu? Kata Said, yang seperti itu sudah biasa. Sebagus
apapun kami melayani jemaah, pasti ada saja yang protes dan menyorot kesalahan
kita. Sekarang, saya curiga dia adalah jin yang berusaha menguji kami semua.
![]() |
Ketika Menjaga Stand Penitipan Barang |
Pagi setelah malam terakhir, malam ke-29
bulan suci Ramadhan, setelah kajian Shubuh, kami menggelar penutupan program
Itikaf P3R Salman ITB. Di penutupan ini, terdapat sambutan sekaligus kata-kata
terakhir dari ketua P3R, Kang Tito. Beliau berterimakasih kepada para jemaah
dan mohon maaf karena terdapat banyak kekurangan di kepanitiaan ini terutama
dalam melayani jemaah. Setelah itu, kami, semua panitia, bersalaman dengan para
jemaah yang belum pulang pagi itu. Kang Tito tepat di depan saya, memeluk semua
jemaah yang disalaminya, sambil menangis. Saya merasa beliau sudah memberikan
segalanya demi kepanitiaan ini, dari awal sampai akhir. Saya merasa beliau
adalah sosok yang baik, yang ingin mendekatkan diri dan melayani semua jemaah
dengan sepenuh hati. Tidak ada yang lain, semua ikhlas demi Allah dan
kelancaran ibadah para jemaah. Setelah kegiatan bersalaman ini pun saya merasa
lega juga sedih karena semua ini sudah berakhir. Kepanitiaan ini sungguh
berbeda dengan kepanitiaan lainnya. Saya merasa kepanitiaan P3R ini benar-benar
dengan niat ibadah, tidak ada maksud lain, dan sekacau apapun, kegiatan
kepanitiaan ini akan berjalan dengan lancar karena kehendak-Nya.
"Tidak akan ada halangan yang bisa menghentikan jika niat sudah terpancang karena Allah" -Muhamad Agus Syafii
Keep Positive and Keep Moving Forward!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar