Rabu, 05 Juli 2017

Garda Terdepan Pelayanan Jamaah P3R Salman ITB

Jauh sebelum bulan suci Ramadhan, saya diajak untuk menjadi panitia P3R Salman oleh Baale, teman saya yang menjadi Ketua Divisi Itikaf P3R Salman ITB. Awalnya, saya ragu untuk menerima ajakan tersebut. Saya tidak aktif di Masjid Salman. Saya pun belum pernah melakukan Itikaf sebelumnya. Ketika itu, saya masih tersibuki oleh kegiatan-kegiatan lain. Saya baru tahu kepanitiaan program Ramadhan di masjid sebesar Salman ITB ditangani oleh anak-anak muda yang kebanyakan dari mahasiswa. Akhirnya, saya menerima ajakan tersebut karena Baale juga mengajak atau meng-‘close rec’ teman-teman saya dari FTI yang juga alumni SMAN 3 Bandung. Tentunya menjadi sebuah kesempatan menarik untuk diikuti.

Program Itikaf Salman ITB baru berjalan di 10 hari terakhir bulan Ramadhan. Pada hari ke-20, yang juga bertepatan dengan Sekolah Mentor OSKM ITB hari ke-4, saya harus izin untuk menyiapkan kegiatan Itikaf pada malam harinya. Di hari itu, saya harus menjaga stand, mengangkut sembako, dan menyiapkan kit itikaf yang harusnya dibagikan kepada para jemaah itikaf nanti malam. Malam tiba, kekacauan terjadi.

Nametag Panitia P3R Salman ITB

Kami, panitia P3R, menyiapkan sistem dimana jemaah harus menggunakan nametag yang sudah dicap tanda konfirmasi untuk mengambil konsumsi sahur nanti. Kami menggunakan database dari data di stand konfirmasi sahur yang waktu itu berbeda dengan stand registrasi awal. Kami pun baru menyiapkan kit untuk jemaah sebanyak 200 orang. Akibatnya, jemaah banyak yang tidak tahu harus konfirmasi lagi untuk konsumsi sampai maksimal pukul 9 malam. Jemaah yang mendaftar pun membludak, melebihi jumlah kit yang kami siapkan. Karena waktu yang mepet akibat shalat tarawih yang baru selesai pukul setengah 9, dan kit sudah habis dibagikan, kami pum menarik kuitansi jemaah yang belum mendapat kit untuk estimasi jumlah konsumsi sahur. Lalu, jemaah yang belum punya kit dan kuitansi mengambil konsumsi sahur pakai apa?

Malam itu, ketika shalat qiyamullail pukul setengah 2 dini hari, saya dibangunkan dan disuruh untuk mengambil konsumsi sahur sebanyak sekitar 550 porsi. Awalnya saya kira hanya membantu memindahkan konsumsi dari depan ke stand konsumsi di dalam, tapi ternyata tidak. Dalam keadaan mengantuk, saya dan Irfan, teman yang juga divisi Itikaf, dibawa oleh mobil ke daerah Plesiran. Kami masuk gang yang cukup panjang dan kemudian tahu kami yang hanya berdua harus mengangkut konsumsi sebanyak 500an itu dari sebuah rumah kecil ke mobil, dan harus sampai di masjid Salman pukul 3 pagi. Setelah latihan fisik pukul 2 dinihari itu, kami membagikan konsumsi di stand. Oleh karena banyaknya jemaah yang belum mendapat nametag bercap, yang juga diambil kuitansinya, panitia mendapatkan banyak protes. Jemaah-jemaah ini ingin mendapatkan keadilan. Barisan jemaah untuk mengambil konsumsi pun mengular panjang. Akibatnya, pembagian konsumsi berjalan lama sekali ditambah protes yang banyak sekali kami dapatkan. Baale bahkan sampai berdebat dengan seorang bapak-bapak yang memprotes sistem itikaf yang gak jelas ini. Akhirnya, barisan jemaah habis. Setelah shalat shubuh saya langsung tidur di ruang mihrab atas. Saya lelah dan kaget dengan semua ini. Rasanya kami tidak dihargai oleh para jemaah, walaupun sudah berusaha keras demi mereka.

Paginya, kami melakukan evaluasi. Ketua P3R Salman, Kang Tito, langsung memimpin diskusi untuk mencari solusi dari sistem Itikaf ini. Menurut saya, beliau cukup tenang dalam menghadapi masalah sekacau ini apalagi bermodal pengalaman sebagai divisi Itikaf P3R tahun lalu. Beliau mennyederhanakan masalah dan menawarkan solusi yang cukup sederhana. Setelah evaluasi dan diskusi itu, saya pulang dengan kondisi cukup lelah. Malam berikutnya pun saya ingin istirahat di rumah. Pada malam ke-23, saya kembali ke masjid salman setelah berbuka di rumah dan mengetahui bahwa malam sebelumnya, malam ke-22, tidak sekacau malam ke-21 karena malam genap dan jemaah tidak sebanyak di malam ganjil. Sistem itikaf pun sudah disempurnakan walaupun kit itikaf masih kurang untuk semua jemaah.


Ketika Shift Jaga Malam

Malam demi malam, kami jalani dengan sepenuh hati. Semakin lama, semakin saya menikmati malam-malam ini. Kami, panitia itikaf, semakin dekat satu sama lain. Setiap malam kami mengobrol, berbagi cerita, mengangkut-ngangkut, melayani di stand, dan membagikan konsumsi. Semakin lama, semakin saya menyadari. Kepuasan dan kebahagiaan jamaah adalah kepuasan dan kebahagian untuk kami. Keberadaan kami disini adalah untuk mendukung para jemaah dalam beribadah. Kegiatan kami disini pun juga ibadah, walaupun mungkin kami tidak beribadah seperti tilawah dan dzikir sebanyak para jemaah. Kami pun menjadi makhluk nokturnal, beraktivitas di malam hari dan tidur di siang hari.

Teringat di salah satu malam, saya dan Ijun, teman saya yang juga divisi itikaf, juga Said yang berperan sebagai Koordinator Lapangan di malam itu, ingin memindahkan meja di koridor yang sedang dipenuhi para jemaah yang sedang makan setelah shalat Magrib. Kami terpaksa meminta mereka untuk pindah ke spot lain karena di spot itu akan ditempatkan meja stand konfirmasi konsumsi sahur. Setelah mereka pindah, seorang pria berbadan besar menghampiri kami secara tiba-tiba. Dia marah dan menghujat kami bertiga karena memindahkan orang-orang yang sedang makan di masjid. Dia mengeluarkan semua kata-kata kotor yang bisa dikeluarkan sampai akhirnya ditenangkan oleh jemaah lain. Setelah itu, dia pergi. Saya pun bingung padahal jemaah-jemaah yang kami pindahkan tidak terlihat keberatan sama sekali, kenapa dia sampai semarah itu? Kata Said, yang seperti itu sudah biasa. Sebagus apapun kami melayani jemaah, pasti ada saja yang protes dan menyorot kesalahan kita. Sekarang, saya curiga dia adalah jin yang berusaha menguji kami semua.


Ketika Menjaga Stand Penitipan Barang

Pagi setelah malam terakhir, malam ke-29 bulan suci Ramadhan, setelah kajian Shubuh, kami menggelar penutupan program Itikaf P3R Salman ITB. Di penutupan ini, terdapat sambutan sekaligus kata-kata terakhir dari ketua P3R, Kang Tito. Beliau berterimakasih kepada para jemaah dan mohon maaf karena terdapat banyak kekurangan di kepanitiaan ini terutama dalam melayani jemaah. Setelah itu, kami, semua panitia, bersalaman dengan para jemaah yang belum pulang pagi itu. Kang Tito tepat di depan saya, memeluk semua jemaah yang disalaminya, sambil menangis. Saya merasa beliau sudah memberikan segalanya demi kepanitiaan ini, dari awal sampai akhir. Saya merasa beliau adalah sosok yang baik, yang ingin mendekatkan diri dan melayani semua jemaah dengan sepenuh hati. Tidak ada yang lain, semua ikhlas demi Allah dan kelancaran ibadah para jemaah. Setelah kegiatan bersalaman ini pun saya merasa lega juga sedih karena semua ini sudah berakhir. Kepanitiaan ini sungguh berbeda dengan kepanitiaan lainnya. Saya merasa kepanitiaan P3R ini benar-benar dengan niat ibadah, tidak ada maksud lain, dan sekacau apapun, kegiatan kepanitiaan ini akan berjalan dengan lancar karena kehendak-Nya.


"Tidak akan ada halangan yang bisa menghentikan jika niat sudah terpancang karena Allah"  -Muhamad Agus Syafii




Keep Positive and Keep Moving Forward!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar