Senin, 22 Desember 2014

Cerpen: Masa Yang Sangat Berharga

Masa Yang Sangat Berharga
Ditulis oleh Thariq Izzah Ramadhan
“Aku ingat masa masa itu..” sekalimat suara seseorang yang dulunya sangat visioner, yang sangat haus akan prestasi di masa kecilnya, seseorang itu bernama Mikha. Dan Mikha kini  telah menjadi seorang manajer yang sangat tinggi jabatannya, seorang manajer sebuah perusahaan yang sedang naik daun. Yang mungkin dalam beberapa tahun kedepan akan memperoleh keuntungan yang sangat besar, bahkan jika dijumlahkan cukup untuk mengambil alih perusahaan besar di dunia seperti Google. Walaupun begitu, kini dia merasa hampa, dia merasa telah menyia nyiakan masa kecilnya, masa masa yang tidak dapat dikembalikan. Mikha sadar, masa masa itu tidak bisa dikembalikan, menyesal tapi ya gimana lagi. Dia pun kembali mengingat masa masa dia bersekolah, masa masa yang kata orang orang sih masa masa paling indah.
Di malam itu, ditemani rembulan yang sangat terang, ketika dia sedang termenung di teras rumahnya yang sederhana itu, tiba tiba dia melihat sebuah sosok dari kejauhan, sosok itu mendatanginya, gelap. Mikha tidak tau itu sosok apa, dia takut seketika. Bagaimana dia tidak takut, setelah ia ditinggal ibunya, ia tinggal di rumah kecil tanpa pagar itu sendirian. Ketika itu dia  berpikir yang engga engga, bagaimana kalau sesosok itu seorang pembunuh bayaran, yang diperintah oleh seseorang yang ingin mengambil alih perusahaannya itu, pikirnya. Dan di saat yang sama, teringat kembali di benaknya sebuah memori masa lalu, mungkin memori yang sudah lama sekali tapi entah mengapa memori itu kembali ke dalam kepalanya. Memori itu berkenaan dengan sahabat masa kecilnya, sahabatnya yang kini sudah entah kemana, dia ingat pertama kali bertemu sahabatnya itu.
*****

Beberapa tahun yang lalu, hidup seorang anak yang berperawakan sederhana dengan karakter yang baik hati dan tidak sombong. Seorang anak yang sangat polos yang baru memulai kehidupannya di SMA, anak itu bernama Mikha. Ketika itu, di salah satu SMA negeri di Bandung, Mikha masih menduduki kelas paling bawah di SMA, yaitu kelas 10.  Tepatnya di hari pertama ia memasuki sekolah itu.
“Hey kamu anak baru, sudah berani saja ya kau mengambil jatah makan siang saya”, ujar seorang kakak kelas yang berwajah tua sambil mendatanginya.
 “Emm jatah makan siang apa ya kang?”, tanya Mikha dengan bingung.
 “Itu yang sedang kamu pegang”, jawab seorang kakak kelas itu.
“Ini bekal saya kang, saya bawa dari rumah sendiri”, jawab Mikha untuk membela.
 “Masa kamu gatau sih, semua bekal anak baru milik kakak kelas, tuh ada peraturannya di pajang di belakang kelas”, jawab kakak kelas itu.
 “Tapi kang, ini tidak adil”, jawab Mikha yang mencoba melawan.
 “Kehidupan memang tidak adil, kamu yang harus menyesuaikan dengan kehidupan, bukan kehidupan yang menyesuaikan dengan kamu, HAHA”, jawab kakak kelas itu.
Dia pun memberikan bekalnya itu dengan gusar. Dan sejak hari itu, dia mulai menyimpan rasa dendam, merencanakan pembalasan. Beberapa hari kemudian Mikha mengobrol mengenai rencana besar ini dengan teman dekat sekelasnya, Dimas, untuk menjatuhkan si kakak kelas 11 belagu itu, Kang Kris. “Dim, urang ada rencana nih.”, kata Mikha kepada Dimas.
“Apa itu mik? Buat ngebales si kakak kelas belagu itu ya?”, jawab Dimas.
“Iyalah dim, siapa lagi, pokoknya urang keuheul pisan sama si akang eta teh. Masa bekel urang diambil terus sih? Emang si akang eta ga dikasih uang jajan ya sama ibunya?”
“Gatau lah mik, biasalah senioritas”
“Halah kenapa sih Indonesia kayak gini.. Pantes aja ga maju maju”
“Emang gini mik, udah dari atasnya, susah kalau mau diubah, biasain aja.”
Urang gamau terus terusan kayak gini, urang mau balas dendam, dan urang butuh bantuan kamu dim.”
“Jadi kamu ada rencana apa mik?” jawab Dimas.
“Gini, jadi kan dia entar keluar kelasnya, nah pas dia keluar kita ambil HP-nya, cabut baterenya, terus sembunyiin. Apalagi kan dia kayak udah nempel banget sama HP-nya, terus kita program ulang juga HP-nya, kamu kan jago programming dim.”
“Hapusin datanya aja gitu ya mik? Siap deh mik, tapi harus cepet juga tuh, kita harus kerja sama bareng temen sekelasnya juga, sama Teh Dina gimana? Gosipnya sih si Kang Kris ngeceng Teh Dina.”, usul Dimas.  
“Boleh tuh dim.”, jawab Mikha dengan antusias.
Akhirnya hari yang ditunggu tunggu tiba, rencana mereka berjalan dengan sempurna, dan Kang Kris tidak menyangka Teh Dina ikut terlibat. Ia pun seakan sangat sengsara dengan keadaan HP-nya saat ini, walaupun sudah membeli batere baru tetapi HP-nya tidak bisa ia gunakan seperti biasanya, layarnya rusak dan semua datanya hilang, ia pun bingung.
“Duh banyak banget data penting hilang, kok bisa gini sih, terus bocoran soal ulangan Pa Duden gimana dong, ahh gangerti fisika.”, gumam Kang Kris.
“Makanya jangan curang aja heh. Kalo mau pinter belajar.”, teriak Teh Dina.
“Apasih din, engga kok ga curang, kapan sih aku curang.”, Kang Kris mengelak.
“Lah itu apa, tadi katanya data bocoran soalnya hilang.”, jawab Teh Dina. 
“Engga kok tadi aku ga ngomong apa apa.”, jawab Kang Kris dengan nada meragukan.
“Ah terserah kamu deh.”, jawab Teh Dina dengan kesal. Teh Dina pergi begitu saja.
*****
Kang Kris memiliki sifat tidak jujur dan pemalas. Selain sering membully adik kelas, dia juga sering bolos sekolah. Dan setelah berbulan bulan berjalan, hari pembagian raport tiba. Kedua orang tua Kang Kris sangat kecewa, taukah kenapa? Ia tidak naik kelas dikarenakan banyak sekali nilai merah dan seringnya ia absen di kelas. Kini ia setingkat dengan Mikha, dalam satu tahun ke depan mereka akan lulus bersamaan, dan sekarang mereka sekelas di 2 tahun terakhir mereka di SMA tersebut.
Ternyata ini semua dilatarbelakangi oleh kejadian data bocoran soal hilang beberapa bulan yang lalu, dikarenakan oleh hilangnya data data tersebut, nilai Kang Kris langsung anjlok, selama ini memang dia tidak pernah belajar, hanya mengandalkan bocoran soal itu saja. Akhirnya ia putus asa, sering bolos, dan tidak bersemangat lagi untuk bersekolah, apalagi setelah Teh Dina mengetahui bahwa ia sering curang. Kini Kang Kris tidak lagi ‘kang’ tapi hanya ‘Kris”. Ia pun sekarang sudah kehilangan kekuasaannya untuk membully adik kelas dari angkatan Mikha lagi karena dia sekarang sudah seangkatan. Walaupun begitu, ia terus bertekad untuk membully Mikha selama mereka masih di SMA Negeri di Bandung itu.
Pada suatu hari, ketika bel istirahat berbunyi, di lorong depan pintu kelas terlihat Mikha sedang berjalan bersama Dimas menuju kantin sekolah.
“Woy mau kemana woy?!”, teriak Kris kepada Mikha.
“Mau ke kantin kris”, jawab Mikha.
“Heh kok gapake kang sih, urang kan senior maneh”, balas Kris dengan nada kesal.
“Mantan senior lebih tepatnya, sekarang kan kita sekelas kris”, jawab Mikha.
“Sekelas atau engga, tetep aja maneh harus hormat ke urang”, jawab Kris dengan keukeuh.   
“Lah emang kamu siapa sih? Sok berkuasa”, jawab Dimas membela temannya.
“Denger ya, urang tau maneh yang ngotak ngatik hp urang mik, jadi urang pastiin maneh ga bakal betah di sekolah ini lagi”, ancam Kris kepada Mikha
“Jadi ini ceritanya dendam gitu ya? Oke saya terima, saya akan terus bertahan di sekolah ini segimanapun kamu menyiksa saya, kamu tau kenapa? Karena saya pantas sekolah disini, justru kamu yang tidak akan bertahan, lihat saja nanti!”
Begitulah jawaban Mikha di hari itu, dia baru saja bertaruh bahwa dia akan bertahan di sekolah itu, walau bagaimanapun Kris mengganggunya, ia bertekad untuk lulus dari SMA Negeri itu dengan nilai yang baik, yang cukup untuk mengantarnya ke Perguruan Tinggi terbaik di Bandung. Demi masa depan yang cerah, itulah visi Mikha sejak hari itu.
Sejak hari itu Mikha terus giat belajar. Setiap hari Kris mengganggunya dengan berbagai cara, dari menyembunyikan tas Mikha diatas atap sekolah, memprogram ulang laptop yang sering dibawa Mikha, mengganggu Mikha ketika dia sedang di WC, memeras uang jajannya dengan cara kekerasan, dan berbagai cara lainnya ia kerahkan supaya Mikha tidak betah di sekolah itu lagi. Dan semua itu tentunya tidak dia lakukan sendiri, dia meminta bantuan teman teman se-gengnya. Setelah diselidiki, ternyata Kris sudah bergabung dengan geng itu sejak dia masih menduduki bangku SMP. Kegiatan geng itu sangat tidak jelas, mereka selalu nongkrong di warung belakang masjid dekat sekolah itu, entah apa yang mereka omongkan setiap harinya, bahkan dicurigai Kris masuk SMA Negeri itu melalui jalur gelap, bukan dari nilai UN seperti biasanya. Ya begitulah kenyataan di negeri ini, suap menyuap dalam jalur pendidikan sudah merajalela.
Hari demi hari Kris terus berusaha untuk menjatuhkan iman Mikha, tetapi Mikha tetap berpegang teguh, dia  bertekad untuk bertahan di sekolah itu, sampai suatu hari, Kris sudah mulai menyerah, dia pun memiliki rencana jahat cadangan lainnya. Rencananya adalah menjatuhkan iman Mikha melalui sosok seorang teman dekat, maka pada hari itu di depan gerbang sekolah..
“Mik, udah deh urang nyerah, kita damai aja yuk”, ujar Kris.
“Serius nih kris? Saya gayakin, setelah sekian lama kamu membully saya dan kamu ngajak damai begitu saja? Haha gamungkin”, jawab Mikha.
“Serius nihh, saya udah cape gangguin kamu, kita temenan aja yuk, gaenak kan musuhan lama lama”, jawab Kris dengan nada meyakinkan.
“Oke senang akhirnya bisa berdamai, senang bisa mendapat teman baru hehe..”, jawab Mikha dengan senang.
Mikha ini berkarakter plegmatis, seseorang yang berkarakter plegmatis berwatak seseorang yang cinta damai, maka tanpa ragu jika ada yang mengajak damai dia akan senang hati mengikuti ajakan itu. Maka setelah kejadian di hari itu Mikha, Kris, dan Dimas sering nongkrong bersama, seakan sudah menjadi sahabat dekat sejak lama. Yang dulunya musuh dalam satu kejadian bisa menjadi teman yang sangat akrab. Dilihat dari itu, sepertinya rencana Kris sudah berjalan dengan sangat sempurna. Di hatinya masih tersimpan dendam, dan walaupun sudah menjadi sahabat akrab ia tetap berpegang teguh dengan rencana awal yang ia buat. Ya, menjatuhkan iman Mikha. Huh, dasar berwajah dua.
*****
Dia mulai menjalankan puncak rencana yang ia buat, dengan mengajak Mikha untuk bergabung dengan geng-nya.
“Eh mik, temenin urang ketemu si Kang Angga dong, itu di warung belakang masjid itu”, ajak Kris.
“Bukannya itu tempat nongkrong geng itu ya kris, katanya kamu udah keluar”, jawab Mikha dengan ragu.
“Iya, tapi temenin dulu dong bentar, lagi ada urusan sama Kang Angga nih”, bujuk Kris.
“Oke tapi bentar aja ya”, jawab Mikha.
“Iya bentar aja kok”, jawab Kris dengan meyakinkan.
            Akhirnya Mikha pun mengantarnya ke warung itu, dari kejauhan ia melihat banyak sekali sepeda motor yang diparkirkan berbaris di depan warung. Banyak sekali siswa berseragam disana, dan ia melihat siswa siswa yang beberapa bulan yang lalu membully-nya. Sekejap ia takut, takut akan masa lalunya yang suram, takut akan masa lalunya itu akan menghantuinya lagi, takut masa lalunya akan terjadi lagi, takut akan dikhianati oleh sahabat dekatnya. Ia pun semakin ragu untuk melangkah lagi, kakinya terasa semakin berat. Tetapi keyakinannya yang membuatnya bertahan, keyakinan akan sahabatnya yang sudah tidak seperti dulu lagi. Akhirnya mereka berdua sampai.
“Woy Kris, balik kesini lagi ya kamu, yuk gabung nongkrong bareng kita kita lagi”, tutur Kang Angga.
“Iya kang hehe, nih saya bawa temen saya nih, katanya dia ingin bergabung sama geng kita juga.”’ jawab Kris.
“Oh iya? Iya iya geng kami menerima siapapun yang ingin bergabung. Silahkan silahkan”, jawab Kang Angga.  
Kang Angga ini seorang alumni SMAN disini, ia dulunya ketua OSIS, dan kini menjadi salah satu petinggi di geng itu, Mikha pun tidak asing dengan Kang Angga ini, bagaimana tidak? Karena Kang Angga ini hanya beda dua angkatan dengan Mikha, di masa masa orientasi pun sangat terkenal di angkatan Mikha dikarenakan ia ketua OSIS, Mikha pun tidak menyangka bahwa ketos yang dia sangka sangat baik dan berwibawa itu ternyata masuk geng tidak jelas begini. Mikha tidak dapat menolak, tidak dapat lari lagi, Kris sudah ‘mendaftarkan’-nya ke geng ini, kalau dia lari pasti dia akan dikejar terus seumur hidup.
“Hey kamu, namanya siapa?”, tanya Kang Angga kepada Mikha.
“Mik.. mik.. mikha kang”, jawab Mikha dengan gugup.
“Kamu kalo udah gabung jangan keluar ya, kalau keluar kamu akan tau akibatnya”, ancam Kang Angga
“I.. iya siap kang”, jawab Mikha dengan gugup dan hati yang berat.
Akhirnya di sore itu ia bergabung dengan geng itu, hari demi hari ia jadi berubah, kelakuannya di sekolah jadi berubah, apalagi Mikha itu orangnya polos, dengan pengaruh lingkungan ia bisa berubah dalam waktu yang cepat. Kini visinya berubah, sekolahnya mulai terombang ambing, itu semua karena geng itu. Mikha berubah menjadi Kris yang dulu. Sementara Kris seakan tidak memiliki rasa bersalah apa apa, melihat sahabatnya menjadi dirinya yang dulu, itulah rencana awalnya.
Ketika itu, ketika jam pelajaran di kelas..
“Ih apaan sih ini guru, bisanya ngasih tugas aja, ngajar aja jarang, kalau guru boleh bolos kenapa siswa tidak boleh, iya ga mik?”, tanya Kris kepada Mikha.
Mikha yang polos itu mulai memikirkan yang sama, “Iya ya, ada apa ya sama sekolah ini, sekolah negeri kok gini ya”, jawab Mikha.
“Besok gausah masuk yuk mik, kita jaga warnet aja, atau ga kalau mau dapet ilmu mendingan kita ke perpustakaan kota aja, daripada harus disini duduk diem, ngerjain tugas ga jelas tapi ilmunya gadapet”, bujuk Kris.
“Hmm, tapi gaenak euy sama orang tua”, jawab Mikha.
“Halahh yang penting kan mereka taunya kita ke sekolah, lagian sama sama dapet ilmu juga”, jawab Kris dengan meyakinkan.
“Hmm okedeh, besok bareng ya kris”, jawab Mikha sambil mengangguk.
            Hanya dengan jawaban begitu saja sudah cukup untuk membujuk Mikha bolos sekolah. ‘Sahabat’ barunya itu terus membawanya ke jalan yang sesat, membawanya melenceng dari visi hidupnya. Membawanya untuk melanggar janji yang ia buat dulu di awal semester. Kini di tengah semester genap, tugas tugasnya semakin menumpuk, nilainya banyak yang kosong, di agenda kelas banyak terdapat namanya di daftar ‘Siswa yang tidak masuk’ entah itu terhitung sakit atau alfa, tapi tetap saja banyak, sampai akhirnya ia divonis tidak bisa mengikuti Ujian Akhir Semester.
Tapi, masih ada sahabat yang masih peduli dengan Mikha, sahabat itu Dimas, sejak Mikha bergabung dengan geng itu ia mulai terlupakan, ia sangat prihatin dengan kondisi Mikha saat ini yang sering bolos sekolah dan terombang ambing. Di hari Jumat malam sebelum UAS dimulai Senin depan, ia pun mengajak Mikha untuk mengobrol berdua saja di teras rumah.
“Mik, kamu kenapa? Kok jadi gini sih, sampai diancem gabisa ngikutin UAS gini”, tanya Dimas.
“Gatau nih dim, sekarang jadi ganiat belajar gini, butuh motivasi belajar”, jawab Mikha.
“Pasti gara gara geng itu kan? Plis mik, kamu harus keluar dari geng itu, urang sih liatnya kamu semenjak masuk geng itu kamu jadi berubah”, bujuk Dimas.
“Berubah gimana? Iyasih urang merasa ada sesuatu yang berubah, duh dim tapi kalau mau keluar susah dim, mereka pasti ngejar urang terus”, jawab Mikha.
“Udah deh, kamu mulai besok keluar dari geng itu, dan jangan temenan sama Kris lagi, dia sesat, urang gamau kamu jadi kayak si eta”, tutur Dimas
“Loh jangan gitu lah, urang gamau kehilangan teman, apa urang pindah sekolah aja ya, duh lama lama urang ga betah sekolah disini, dihantui oleh ketakutan dengan mereka”, kata Mikha dengan bingung.
“Tapi dia teh pengaruh buruk buat kamu, jangan pindah sekolah lah mik, maneh ga inget janji kamu sama si Kris tahun lalu? Inget lagi kenapa kamu disini, apa yang membuatmu terus bertahan sampai sejauh ini”, balas Dimas kepada Mikha.
“Udah deh dim, urang udah ga kuat, bulan depan urang mau pindah dari sekolah ini, gaada pilihan lain kalau mau keluar dari geng itu”, jawab Mikha dengan nada yakin.
“Oke semoga sukses disana ya mik, jangan lupakan urang ya kalo udah pergi”, kata Dimas sembari menahan sedih.
“Tapi harus lulus semester ini dulu, kalau ga lulus, di sekolah yang baru entar harus ngulang kelas 11 lagi”, jawab Mikha.
“Oke mari kita perbaiki pas UAS nanti ya”, jawab Dimas dengan antusias.
            Setelah obrolan mereka malam itu, Mikha mulai mencoba untuk memperbaiki nilainya, ia giat belajar kembali, semua tugas yang menumpuk ia kebut dalam semalam, sampai kantung matanya tidak bisa disembunyikan lagi, dia kembali dengan diri yang baru, kembali untuk melanjutkan visi hidupnya, berusaha meraih cita citanya yang hampir pudar. Walau janji itu tidak dapat dihindarkan pelanggarannya. Ya mau bagaimanapun juga, berdasarkan kata pepatah, “Sekotor kotornya masa lalu seseorang, masa depan dia masih suci.”
*****
            Akhirnya UAS tiba, Mikha berharap comeback belajarnya membuahkan hasil yang membanggakan. Setelah kembali bersekolah dalam seminggu penuh, ancaman tidak boleh mengikuti UAS pun terhapus di pikirannya setelah sekolah menyatakan untuk memperbolehkan Mikha mengikuti Ujian Akhir Semester yang sangat berpengaruh untuk kenaikan kelasnya.
Setelah siang malam terus belajar untuk mengejar materi yang tertinggal, Mikha percaya diri saat mengerjakan UAS, semua soal dia jawab dengan sungguh sungguh, bukan karena tekad untuk bertahan di sekolah itu, tetapi untuk masa depannya. Kini ia termotivasi oleh janjinya dengan Tuhan dan orang tua, bukan dengan musuhnya di masa lalu itu. UAS yang ia jalani selama sepekan itu terasa sangat cepat.
Dan ketika pembagian raport, orang tua Mikha keluar pintu kelas dengan emosi yang bercampur, emosi sedih, marah, senang, bangga, kecewa semua terlihat di raut wajah ibunya saat itu. Tetapi ketika berhadapan dengan Mikha, ia hanya mengelus kepala anaknya itu sambil mengatakan, “Ibu tau kamu udah dewasa, selamat ya nak”, setelah itu ibunya pergi begitu saja sambil membawa raport yang ada di dalam map abu abu itu.
Sepulangnya di rumah, kedua orang tua Mikha sudah menunggu Mikha di depan pintu rumah, ayahnya terlihat kesal sedangkan ibunya hanya melihat Mikha sambil terdiam.
“Ayah kecewa sama kamu nak, ternyata selama ini kamu sering berbohong kepada kami ya?”, tanya ayahnya.
“I.. iya pak, maafkan Mikha ya pak, Mikha janji gaakan mengulanginya lagi”, jawab Mikha dengan nada bersalah.
“Ayah dan ibu sudah mendengar semuanya dari Dimas, kalau kamu ada masalah cerita ke kami dong nak, kamu ga betah di sekolah kamu itu ya?”, kata ibu dengan nada halus.
“Iya bu, aku dibully terus bu pas kelas 10, lalu pas kelas 11 aku diajakin ikut geng, aku udah gakuat lagi bu, aku pengen pindah sekolah bu, bahkan gamau sekolah di sekolah negeri lagi bu”, curhat Mikha.
“Oke karena kamu naik kelas kita bisa pindahin kamu ke sekolah swasta yang dekat rumah itu. Tapi kamu yakin kamu gamau sekolah di sekolah negeri bagus itu lagi? Kamu juga gaakan ketemu sahabat sahabat kamu lagi di sekolah”, jawab ibu.
“Iya bu, gapapa, aku masih bisa ketemu mereka kok bu, aku cuma jadi gasuka aja sama sekolah negeri, gurunya ga sebagus di swasta, lingkungannya juga ga terjamin bu, aku takut dibully lagi”, jawab Mikha.
“Oke ya nak, besok pagi ayah akan ke sekolah swasta itu untuk mendaftarkan kamu sama menarik uang SPP kita di sekolah yang lama. Tapi kamu harus janji setelah masuk di sekolah baru kamu harus rajin belajar ya”, kata ayah.
“Oke aku janji yah”, janji Mikha kepada ayahnya.
Dan di tahun terakhirnya di bangku SMA, Mikha sudah resmi tidak menjadi siswa di SMA Negeri itu lagi, dia senang akhirnya bisa bebas dari jeratan geng itu, tapi dia pun sedih tidak bisa bertemu sahabatnya lagi di sekolah. Di sekolah barunya itu ia menjadi ansos, trauma oleh masa lalunya ketika masih di sekolah negeri, takut masa lalunya terjadi lagi. Dia menjadi semacam kutu buku di sekolahnya, belajar terus tapi tidak berinteraksi dengan temannya di sekolah, terisolasi dari lingkungan sosial.
            Tahun demi tahun terus berjalan, dia akhirnya berhasil masuk Perguruan Tinggi terbaik di Indonesia, berhasil masuk ke jurusan Management dan melanjutkan sampai S2, ia kini sudah menjadi salah satu manajer dan pemilik perusahaan tersukses di Indonesia.
*****
            Setelah melihat sosok itu sebenarnya siapa, raut wajah Mikha berubah, dari yang awalnya dipenuhi ketakutan dan kekhawatiran kini berubah menjadi kebahagiaan, ternyata memori yang teringat kembali itu benar, sosok itu adalah sahabat lamanya Dimas yang tanpa dia, Mikha tidak akan sesukses ini, kini dua sahabat lama itu dipertemukan kembali. Setelah lost contact dalam beberapa tahun terakhir akhirnya dapat melepas rindu di keadaan yang tidak terduga duga.
Setelah dipikir pikir masa lalu Mikha ketika masih remaja tidak begitu suram karena sahabatnya yang selalu berada di sampingnya. Dan tanpa masa lalu yang suram itu mungkin saja Mikha tidak dapat sukses seperti sekarang. Masa lalu tidak dapat diubah, tetapi masa depan masih suci belum tersentuh oleh tangan kita. Raihlah cita citamu, jangan sia siakan waktu, karena waktu sangat berharga.
-TAMAT-



Tidak ada komentar:

Posting Komentar