Masa Yang Sangat Berharga
Ditulis
oleh Thariq Izzah Ramadhan
“Aku ingat masa masa itu..” sekalimat suara seseorang
yang dulunya sangat visioner, yang sangat haus akan prestasi di masa kecilnya,
seseorang itu bernama Mikha. Dan Mikha kini telah menjadi seorang manajer yang sangat
tinggi jabatannya, seorang manajer sebuah perusahaan yang sedang naik daun.
Yang mungkin dalam beberapa tahun kedepan akan memperoleh keuntungan yang
sangat besar, bahkan jika dijumlahkan cukup untuk mengambil alih perusahaan
besar di dunia seperti Google. Walaupun begitu, kini dia merasa hampa, dia
merasa telah menyia nyiakan masa kecilnya, masa masa yang tidak dapat
dikembalikan. Mikha sadar, masa masa itu tidak bisa dikembalikan, menyesal tapi
ya gimana lagi. Dia pun kembali mengingat masa masa dia bersekolah, masa masa
yang kata orang orang sih masa masa paling indah.
Di malam itu, ditemani rembulan yang sangat terang,
ketika dia sedang termenung di teras rumahnya yang sederhana itu, tiba tiba dia
melihat sebuah sosok dari kejauhan, sosok itu mendatanginya, gelap. Mikha tidak
tau itu sosok apa, dia takut seketika. Bagaimana dia tidak takut, setelah ia
ditinggal ibunya, ia tinggal di rumah kecil tanpa pagar itu sendirian. Ketika
itu dia berpikir yang engga engga,
bagaimana kalau sesosok itu seorang pembunuh bayaran, yang diperintah oleh
seseorang yang ingin mengambil alih perusahaannya itu, pikirnya. Dan di saat yang
sama, teringat kembali di benaknya sebuah memori masa lalu, mungkin memori yang
sudah lama sekali tapi entah mengapa memori itu kembali ke dalam kepalanya.
Memori itu berkenaan dengan sahabat masa kecilnya, sahabatnya yang kini sudah
entah kemana, dia ingat pertama kali bertemu sahabatnya itu.
*****
Beberapa tahun yang lalu, hidup seorang anak yang
berperawakan sederhana dengan karakter yang baik hati dan tidak sombong.
Seorang anak yang sangat polos yang baru memulai kehidupannya di SMA, anak itu
bernama Mikha. Ketika itu, di salah satu SMA negeri di Bandung, Mikha masih
menduduki kelas paling bawah di SMA, yaitu kelas 10. Tepatnya di hari pertama ia memasuki sekolah
itu.
“Hey kamu anak baru, sudah berani saja ya kau mengambil jatah makan siang
saya”, ujar seorang kakak kelas yang berwajah tua sambil mendatanginya.
“Emm jatah makan siang apa ya kang?”,
tanya Mikha dengan bingung.
“Itu yang sedang kamu pegang”, jawab
seorang kakak kelas itu.
“Ini bekal saya kang, saya bawa dari rumah sendiri”, jawab Mikha untuk
membela.
“Masa kamu gatau sih, semua bekal
anak baru milik kakak kelas, tuh ada peraturannya di pajang di belakang kelas”,
jawab kakak kelas itu.
“Tapi kang, ini tidak adil”, jawab
Mikha yang mencoba melawan.
“Kehidupan memang tidak adil, kamu
yang harus menyesuaikan dengan kehidupan, bukan kehidupan yang menyesuaikan
dengan kamu, HAHA”, jawab kakak kelas itu.
Dia pun memberikan bekalnya itu dengan gusar. Dan sejak hari
itu, dia mulai menyimpan rasa dendam, merencanakan pembalasan. Beberapa hari
kemudian Mikha mengobrol mengenai rencana besar ini dengan teman dekat sekelasnya,
Dimas, untuk menjatuhkan si kakak kelas 11 belagu itu, Kang Kris. “Dim, urang ada rencana nih.”, kata Mikha
kepada Dimas.
“Apa itu mik? Buat ngebales si kakak kelas belagu itu ya?”, jawab Dimas.
“Iyalah dim, siapa lagi, pokoknya urang
keuheul pisan sama si akang eta teh. Masa bekel urang diambil terus sih? Emang si akang eta ga dikasih uang jajan ya sama ibunya?”
“Gatau lah mik, biasalah senioritas”
“Halah kenapa sih Indonesia kayak gini.. Pantes aja ga maju maju”
“Emang gini mik, udah dari atasnya, susah kalau mau diubah, biasain aja.”
“Urang gamau terus terusan kayak
gini, urang mau balas dendam, dan urang butuh bantuan kamu dim.”
“Jadi kamu ada rencana apa mik?” jawab Dimas.
“Gini, jadi kan dia entar keluar kelasnya, nah pas dia keluar kita ambil
HP-nya, cabut baterenya, terus sembunyiin. Apalagi kan dia kayak udah nempel
banget sama HP-nya, terus kita program ulang juga HP-nya, kamu kan jago programming dim.”
“Hapusin datanya aja gitu ya mik? Siap deh mik, tapi harus cepet juga tuh,
kita harus kerja sama bareng temen sekelasnya juga, sama Teh Dina gimana?
Gosipnya sih si Kang Kris ngeceng Teh
Dina.”, usul Dimas.
“Boleh tuh dim.”, jawab Mikha dengan antusias.
Akhirnya hari yang ditunggu tunggu tiba, rencana mereka
berjalan dengan sempurna, dan Kang Kris tidak menyangka Teh Dina ikut terlibat.
Ia pun seakan sangat sengsara dengan keadaan HP-nya saat ini, walaupun sudah
membeli batere baru tetapi HP-nya tidak bisa ia gunakan seperti biasanya,
layarnya rusak dan semua datanya hilang, ia pun bingung.
“Duh banyak banget data penting hilang, kok bisa gini sih, terus bocoran
soal ulangan Pa Duden gimana dong, ahh gangerti fisika.”, gumam Kang Kris.
“Makanya jangan curang aja heh. Kalo mau pinter belajar.”, teriak Teh Dina.
“Apasih din, engga kok ga curang, kapan sih aku curang.”, Kang Kris
mengelak.
“Lah itu apa, tadi katanya data bocoran soalnya hilang.”, jawab Teh
Dina.
“Engga kok tadi aku ga ngomong apa apa.”, jawab Kang Kris dengan nada
meragukan.
“Ah terserah kamu deh.”, jawab Teh Dina dengan kesal. Teh Dina pergi begitu
saja.
*****
Kang Kris memiliki sifat tidak jujur dan pemalas. Selain
sering membully adik kelas, dia juga
sering bolos sekolah. Dan setelah berbulan bulan berjalan, hari pembagian
raport tiba. Kedua orang tua Kang Kris sangat kecewa, taukah kenapa? Ia tidak
naik kelas dikarenakan banyak sekali nilai merah dan seringnya ia absen di
kelas. Kini ia setingkat dengan Mikha, dalam satu tahun ke depan mereka akan lulus
bersamaan, dan sekarang mereka sekelas di 2 tahun terakhir mereka di SMA
tersebut.
Ternyata ini semua dilatarbelakangi oleh kejadian data
bocoran soal hilang beberapa bulan yang lalu, dikarenakan oleh hilangnya data
data tersebut, nilai Kang Kris langsung anjlok,
selama ini memang dia tidak pernah belajar, hanya mengandalkan bocoran soal itu
saja. Akhirnya ia putus asa, sering bolos, dan tidak bersemangat lagi untuk
bersekolah, apalagi setelah Teh Dina mengetahui bahwa ia sering curang. Kini
Kang Kris tidak lagi ‘kang’ tapi hanya ‘Kris”. Ia pun sekarang sudah kehilangan
kekuasaannya untuk membully adik
kelas dari angkatan Mikha lagi karena dia sekarang sudah seangkatan. Walaupun
begitu, ia terus bertekad untuk membully Mikha
selama mereka masih di SMA Negeri di Bandung itu.
Pada suatu hari, ketika bel istirahat berbunyi, di lorong
depan pintu kelas terlihat Mikha sedang berjalan bersama Dimas menuju kantin
sekolah.
“Woy mau kemana woy?!”, teriak Kris kepada Mikha.
“Mau ke kantin kris”, jawab Mikha.
“Heh kok gapake kang sih, urang
kan senior maneh”, balas Kris dengan nada kesal.
“Mantan senior lebih tepatnya, sekarang kan kita sekelas kris”, jawab
Mikha.
“Sekelas atau engga, tetep aja maneh harus hormat ke urang”, jawab Kris dengan keukeuh.
“Lah emang kamu siapa sih? Sok berkuasa”, jawab Dimas membela temannya.
“Denger ya, urang tau maneh yang
ngotak ngatik hp urang mik, jadi urang pastiin maneh ga bakal betah di
sekolah ini lagi”, ancam Kris kepada Mikha
“Jadi ini ceritanya dendam gitu ya? Oke saya terima, saya akan terus
bertahan di sekolah ini segimanapun kamu menyiksa saya, kamu tau kenapa? Karena
saya pantas sekolah disini, justru kamu yang tidak akan bertahan, lihat saja
nanti!”
Begitulah jawaban Mikha di hari itu, dia baru saja
bertaruh bahwa dia akan bertahan di sekolah itu, walau bagaimanapun Kris
mengganggunya, ia bertekad untuk lulus dari SMA Negeri itu dengan nilai yang
baik, yang cukup untuk mengantarnya ke Perguruan Tinggi terbaik di Bandung.
Demi masa depan yang cerah, itulah visi Mikha sejak hari itu.
Sejak hari itu Mikha terus giat belajar. Setiap hari Kris
mengganggunya dengan berbagai cara, dari menyembunyikan tas Mikha diatas atap
sekolah, memprogram ulang laptop yang sering dibawa Mikha, mengganggu Mikha ketika
dia sedang di WC, memeras uang jajannya dengan cara kekerasan, dan berbagai
cara lainnya ia kerahkan supaya Mikha tidak betah di sekolah itu lagi. Dan
semua itu tentunya tidak dia lakukan sendiri, dia meminta bantuan teman teman
se-gengnya. Setelah diselidiki,
ternyata Kris sudah bergabung dengan geng
itu sejak dia masih menduduki bangku SMP. Kegiatan geng itu sangat tidak jelas, mereka selalu nongkrong di warung
belakang masjid dekat sekolah itu, entah apa yang mereka omongkan setiap
harinya, bahkan dicurigai Kris masuk SMA Negeri itu melalui jalur gelap, bukan
dari nilai UN seperti biasanya. Ya begitulah kenyataan di negeri ini, suap
menyuap dalam jalur pendidikan sudah merajalela.
Hari demi hari Kris terus berusaha untuk menjatuhkan iman
Mikha, tetapi Mikha tetap berpegang teguh, dia
bertekad untuk bertahan di sekolah itu, sampai suatu hari, Kris sudah
mulai menyerah, dia pun memiliki rencana jahat cadangan lainnya. Rencananya
adalah menjatuhkan iman Mikha melalui sosok seorang teman dekat, maka pada hari
itu di depan gerbang sekolah..
“Mik, udah deh urang nyerah, kita
damai aja yuk”, ujar Kris.
“Serius nih kris? Saya gayakin, setelah sekian lama kamu membully saya dan kamu ngajak damai
begitu saja? Haha gamungkin”, jawab Mikha.
“Serius nihh, saya udah cape gangguin kamu, kita temenan aja yuk, gaenak
kan musuhan lama lama”, jawab Kris dengan nada meyakinkan.
“Oke senang akhirnya bisa berdamai, senang bisa mendapat teman baru
hehe..”, jawab Mikha dengan senang.
Mikha ini berkarakter plegmatis, seseorang yang
berkarakter plegmatis berwatak seseorang yang cinta damai, maka tanpa ragu jika
ada yang mengajak damai dia akan senang hati mengikuti ajakan itu. Maka setelah
kejadian di hari itu Mikha, Kris, dan Dimas sering nongkrong bersama, seakan
sudah menjadi sahabat dekat sejak lama. Yang dulunya musuh dalam satu kejadian
bisa menjadi teman yang sangat akrab. Dilihat dari itu, sepertinya rencana Kris
sudah berjalan dengan sangat sempurna. Di hatinya masih tersimpan dendam, dan
walaupun sudah menjadi sahabat akrab ia tetap berpegang teguh dengan rencana
awal yang ia buat. Ya, menjatuhkan iman Mikha. Huh, dasar berwajah dua.
*****
Dia mulai menjalankan puncak rencana yang ia buat, dengan mengajak Mikha
untuk bergabung dengan geng-nya.
“Eh mik, temenin urang ketemu si Kang Angga dong, itu di
warung belakang masjid itu”, ajak Kris.
“Bukannya itu
tempat nongkrong geng itu ya kris,
katanya kamu udah keluar”, jawab Mikha dengan ragu.
“Iya, tapi temenin
dulu dong bentar, lagi ada urusan sama Kang Angga nih”, bujuk Kris.
“Oke tapi bentar
aja ya”, jawab Mikha.
“Iya bentar aja
kok”, jawab Kris dengan meyakinkan.
Akhirnya
Mikha pun mengantarnya ke warung itu, dari kejauhan ia melihat banyak sekali
sepeda motor yang diparkirkan berbaris di depan warung. Banyak sekali siswa
berseragam disana, dan ia melihat siswa siswa yang beberapa bulan yang lalu membully-nya. Sekejap ia takut, takut akan
masa lalunya yang suram, takut akan masa lalunya itu akan menghantuinya lagi,
takut masa lalunya akan terjadi lagi, takut akan dikhianati oleh sahabat
dekatnya. Ia pun semakin ragu untuk melangkah lagi, kakinya terasa semakin
berat. Tetapi keyakinannya yang membuatnya bertahan, keyakinan akan sahabatnya
yang sudah tidak seperti dulu lagi. Akhirnya mereka berdua sampai.
“Woy Kris, balik kesini lagi ya kamu, yuk gabung nongkrong bareng kita kita
lagi”, tutur Kang Angga.
“Iya kang hehe, nih saya bawa temen saya nih, katanya dia ingin bergabung
sama geng kita juga.”’ jawab Kris.
“Oh iya? Iya iya geng kami
menerima siapapun yang ingin bergabung. Silahkan silahkan”, jawab Kang
Angga.
Kang Angga ini seorang alumni SMAN disini, ia dulunya
ketua OSIS, dan kini menjadi salah satu petinggi di geng itu, Mikha pun tidak asing dengan Kang Angga ini, bagaimana
tidak? Karena Kang Angga ini hanya beda dua angkatan dengan Mikha, di masa masa
orientasi pun sangat terkenal di angkatan Mikha dikarenakan ia ketua OSIS, Mikha
pun tidak menyangka bahwa ketos yang dia sangka sangat baik dan berwibawa itu
ternyata masuk geng tidak jelas
begini. Mikha tidak dapat menolak, tidak dapat lari lagi, Kris sudah
‘mendaftarkan’-nya ke geng ini, kalau
dia lari pasti dia akan dikejar terus seumur hidup.
“Hey kamu, namanya siapa?”, tanya Kang Angga kepada Mikha.
“Mik.. mik.. mikha kang”, jawab Mikha dengan gugup.
“Kamu kalo udah gabung jangan keluar ya, kalau keluar kamu akan tau
akibatnya”, ancam Kang Angga
“I.. iya siap kang”, jawab Mikha dengan gugup dan hati yang berat.
Akhirnya di sore itu ia bergabung dengan geng itu, hari demi hari ia jadi
berubah, kelakuannya di sekolah jadi berubah, apalagi Mikha itu orangnya polos,
dengan pengaruh lingkungan ia bisa berubah dalam waktu yang cepat. Kini visinya
berubah, sekolahnya mulai terombang ambing, itu semua karena geng itu. Mikha berubah menjadi Kris
yang dulu. Sementara Kris seakan tidak memiliki rasa bersalah apa apa, melihat
sahabatnya menjadi dirinya yang dulu, itulah rencana awalnya.
Ketika itu, ketika jam pelajaran di kelas..
“Ih apaan sih ini guru, bisanya ngasih tugas aja, ngajar aja jarang, kalau
guru boleh bolos kenapa siswa tidak boleh, iya ga mik?”, tanya Kris kepada
Mikha.
Mikha yang polos itu mulai memikirkan yang sama, “Iya ya, ada apa ya sama
sekolah ini, sekolah negeri kok gini ya”, jawab Mikha.
“Besok gausah masuk yuk mik, kita jaga warnet aja, atau ga kalau mau dapet
ilmu mendingan kita ke perpustakaan kota aja, daripada harus disini duduk diem,
ngerjain tugas ga jelas tapi ilmunya gadapet”, bujuk Kris.
“Hmm, tapi gaenak euy sama orang tua”, jawab Mikha.
“Halahh yang penting kan mereka taunya kita ke sekolah, lagian sama sama
dapet ilmu juga”, jawab Kris dengan meyakinkan.
“Hmm okedeh, besok bareng ya kris”, jawab Mikha sambil mengangguk.
Hanya
dengan jawaban begitu saja sudah cukup untuk membujuk Mikha bolos sekolah.
‘Sahabat’ barunya itu terus membawanya ke jalan yang sesat, membawanya
melenceng dari visi hidupnya. Membawanya untuk melanggar janji yang ia buat
dulu di awal semester. Kini di tengah semester genap, tugas tugasnya semakin
menumpuk, nilainya banyak yang kosong, di agenda kelas banyak terdapat namanya
di daftar ‘Siswa yang tidak masuk’ entah itu terhitung sakit atau alfa, tapi
tetap saja banyak, sampai akhirnya ia divonis tidak bisa mengikuti Ujian Akhir
Semester.
Tapi, masih ada sahabat yang masih peduli dengan Mikha,
sahabat itu Dimas, sejak Mikha bergabung dengan geng itu ia mulai terlupakan, ia sangat prihatin dengan kondisi
Mikha saat ini yang sering bolos sekolah dan terombang ambing. Di hari Jumat
malam sebelum UAS dimulai Senin depan, ia pun mengajak Mikha untuk mengobrol
berdua saja di teras rumah.
“Mik, kamu kenapa? Kok jadi gini sih, sampai diancem gabisa ngikutin UAS
gini”, tanya Dimas.
“Gatau nih dim, sekarang jadi ganiat belajar gini, butuh motivasi belajar”,
jawab Mikha.
“Pasti gara gara geng itu kan?
Plis mik, kamu harus keluar dari geng
itu, urang sih liatnya kamu semenjak
masuk geng itu kamu jadi berubah”,
bujuk Dimas.
“Berubah gimana? Iyasih urang
merasa ada sesuatu yang berubah, duh dim tapi kalau mau keluar susah dim,
mereka pasti ngejar urang terus”,
jawab Mikha.
“Udah deh, kamu mulai besok keluar dari geng
itu, dan jangan temenan sama Kris lagi, dia sesat, urang gamau kamu jadi kayak si eta”,
tutur Dimas
“Loh jangan gitu lah, urang gamau
kehilangan teman, apa urang pindah
sekolah aja ya, duh lama lama urang
ga betah sekolah disini, dihantui oleh ketakutan dengan mereka”, kata Mikha
dengan bingung.
“Tapi dia teh pengaruh buruk buat
kamu, jangan pindah sekolah lah mik, maneh ga inget janji kamu sama si Kris
tahun lalu? Inget lagi kenapa kamu disini, apa yang membuatmu terus bertahan
sampai sejauh ini”, balas Dimas kepada Mikha.
“Udah deh dim, urang udah ga
kuat, bulan depan urang mau pindah
dari sekolah ini, gaada pilihan lain kalau mau keluar dari geng itu”, jawab Mikha dengan nada yakin.
“Oke semoga sukses disana ya mik, jangan lupakan urang ya kalo udah pergi”, kata Dimas sembari menahan sedih.
“Tapi harus lulus semester ini dulu, kalau ga lulus, di sekolah yang baru
entar harus ngulang kelas 11 lagi”, jawab Mikha.
“Oke mari kita perbaiki pas UAS nanti ya”, jawab Dimas dengan antusias.
Setelah obrolan mereka
malam itu, Mikha mulai mencoba untuk memperbaiki nilainya, ia giat belajar
kembali, semua tugas yang menumpuk ia kebut dalam semalam, sampai kantung
matanya tidak bisa disembunyikan lagi, dia kembali dengan diri yang baru,
kembali untuk melanjutkan visi hidupnya, berusaha meraih cita citanya yang
hampir pudar. Walau janji itu tidak dapat dihindarkan pelanggarannya. Ya mau
bagaimanapun juga, berdasarkan kata pepatah, “Sekotor kotornya masa lalu
seseorang, masa depan dia masih suci.”
*****
Akhirnya UAS tiba, Mikha
berharap comeback belajarnya
membuahkan hasil yang membanggakan. Setelah kembali bersekolah dalam seminggu
penuh, ancaman tidak boleh mengikuti UAS pun terhapus di pikirannya setelah
sekolah menyatakan untuk memperbolehkan Mikha mengikuti Ujian Akhir Semester
yang sangat berpengaruh untuk kenaikan kelasnya.
Setelah siang malam terus belajar untuk mengejar materi
yang tertinggal, Mikha percaya diri saat mengerjakan UAS, semua soal dia jawab
dengan sungguh sungguh, bukan karena tekad untuk bertahan di sekolah itu,
tetapi untuk masa depannya. Kini ia termotivasi oleh janjinya dengan Tuhan dan
orang tua, bukan dengan musuhnya di masa lalu itu. UAS yang ia jalani selama
sepekan itu terasa sangat cepat.
Dan ketika pembagian raport, orang tua Mikha keluar pintu
kelas dengan emosi yang bercampur, emosi sedih, marah, senang, bangga, kecewa
semua terlihat di raut wajah ibunya saat itu. Tetapi ketika berhadapan dengan
Mikha, ia hanya mengelus kepala anaknya itu sambil mengatakan, “Ibu tau kamu
udah dewasa, selamat ya nak”, setelah itu ibunya pergi begitu saja sambil
membawa raport yang ada di dalam map abu abu itu.
Sepulangnya di rumah, kedua orang tua Mikha sudah
menunggu Mikha di depan pintu rumah, ayahnya terlihat kesal sedangkan ibunya
hanya melihat Mikha sambil terdiam.
“Ayah kecewa sama kamu nak, ternyata selama ini kamu sering berbohong
kepada kami ya?”, tanya ayahnya.
“I.. iya pak, maafkan Mikha ya pak, Mikha janji gaakan mengulanginya lagi”,
jawab Mikha dengan nada bersalah.
“Ayah dan ibu sudah mendengar semuanya dari Dimas, kalau kamu ada masalah
cerita ke kami dong nak, kamu ga betah di sekolah kamu itu ya?”, kata ibu
dengan nada halus.
“Iya bu, aku dibully terus bu pas
kelas 10, lalu pas kelas 11 aku diajakin ikut geng, aku udah gakuat lagi bu, aku pengen pindah sekolah bu, bahkan
gamau sekolah di sekolah negeri lagi bu”, curhat Mikha.
“Oke karena kamu naik kelas kita bisa pindahin kamu ke sekolah swasta yang
dekat rumah itu. Tapi kamu yakin kamu gamau sekolah di sekolah negeri bagus itu
lagi? Kamu juga gaakan ketemu sahabat sahabat kamu lagi di sekolah”, jawab ibu.
“Iya bu, gapapa, aku masih bisa ketemu mereka kok bu, aku cuma jadi gasuka
aja sama sekolah negeri, gurunya ga sebagus di swasta, lingkungannya juga ga
terjamin bu, aku takut dibully lagi”,
jawab Mikha.
“Oke ya nak, besok pagi ayah akan ke sekolah swasta itu untuk mendaftarkan
kamu sama menarik uang SPP kita di sekolah yang lama. Tapi kamu harus janji
setelah masuk di sekolah baru kamu harus rajin belajar ya”, kata ayah.
“Oke aku janji yah”, janji Mikha kepada ayahnya.
Dan di tahun terakhirnya di bangku SMA, Mikha sudah resmi
tidak menjadi siswa di SMA Negeri itu lagi, dia senang akhirnya bisa bebas dari
jeratan geng itu, tapi dia pun sedih
tidak bisa bertemu sahabatnya lagi di sekolah. Di sekolah barunya itu ia menjadi
ansos, trauma oleh masa lalunya
ketika masih di sekolah negeri, takut masa lalunya terjadi lagi. Dia menjadi
semacam kutu buku di sekolahnya, belajar terus tapi tidak berinteraksi dengan
temannya di sekolah, terisolasi dari lingkungan sosial.
Tahun demi tahun terus
berjalan, dia akhirnya berhasil masuk Perguruan Tinggi terbaik di Indonesia,
berhasil masuk ke jurusan Management dan melanjutkan sampai S2, ia kini sudah
menjadi salah satu manajer dan pemilik perusahaan tersukses di Indonesia.
*****
Setelah melihat sosok itu
sebenarnya siapa, raut wajah Mikha berubah, dari yang awalnya dipenuhi
ketakutan dan kekhawatiran kini berubah menjadi kebahagiaan, ternyata memori
yang teringat kembali itu benar, sosok itu adalah sahabat lamanya Dimas yang
tanpa dia, Mikha tidak akan sesukses ini, kini dua sahabat lama itu
dipertemukan kembali. Setelah lost
contact dalam beberapa tahun terakhir akhirnya dapat melepas rindu di keadaan
yang tidak terduga duga.
Setelah dipikir pikir masa lalu Mikha ketika masih remaja
tidak begitu suram karena sahabatnya yang selalu berada di sampingnya. Dan
tanpa masa lalu yang suram itu mungkin saja Mikha tidak dapat sukses seperti
sekarang. Masa lalu tidak dapat diubah, tetapi masa depan masih suci belum
tersentuh oleh tangan kita. Raihlah cita citamu, jangan sia siakan waktu,
karena waktu sangat berharga.
-TAMAT-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar